Anis Andriani, BMI yang jarinya dipotong oleh majikannya saat ini berada di tempat yang aman. Dia sudah merasa tenang meski rasa trauma jelas terlihat dari suaranya.

Menurut Eni Lestari dari JBMI (Jaringan BMI), Anis adalah bukti baru bahwa perbudakan masih eksis di Hong Kong. Majikan melihat rendah buruh migran dan memperlakukan layaknya budak.

Lebih dari itu, Anis juga tidak tahu bagaimana menghubungi polisi (999) karena pemerintah Indonesia dan PPTKIS tidak memberi orientasi tentang hukum negara penempatan. Dia harus meminta bantuan tetangga dan itupun disarankan ke agen.

"Tuntutan kita atas kasus penganiayaan yang menimpa Anis adalah majikan dihukum, hak-hak kontraknya diberikan dan mendapatkan kompensasi pekerja (employee compensation) dan cacat akibat luka-luka (personal injury)."

tutur Eni.

Yang membantu penanganan kasus Anis dan menampungnya adalah Mission for Migant Workers (MFMW). JBMI lebih membant pendampingan, pengobatan dan advokasi kasusnya.

Majikannya sudah ditangkap. KJRI sendiri tidak memberikan banyak tanggapan atas kasus Anis. Sewaktu di Rumah Sakit, saat ditanya Anis mau ikut siapa, Anis memilih untuk ikut JBMi.

Anis pengen pulang karena kasihan dengan keluarganya, tapi Anis juga sangat ingin kasusnya berjalan terus dan majikan mendapat hukuman setimpal. 

Lagi-lagi Anis adalah korban perbudakan modern di Hong Kong. Pembekalan soal hukum ketenagakerjaan sama sekali tak dia dapat sewaktu training di penampungan. Anis di penampungan 4 bulan sebelum akhirnya terbang ke Hong Kong. Kerja baru 5 hari jari Anis dipotong oleh majikan yang terganggu oleh gonggongan anjing.

Anis pun tak tahu harus mengadu kemana bahkan untuk menangis pun dia tidak berani. Semoga KJRI menutup agen SUN LIGHT selamanya, bukan hanya dikenai sanksi sementara. Buktinya sudah sangat banyak bahwa agen ini sangat buruk dalam melayani BMI dan menjadikan BMI sebagai sapi perahan.

Kami menunggu kabar baru dari Pak Konjen soal agen yang menyalurkan Anis ke majikan yang telah membuat jarinya cacat.