![]() |
Pengalaman langka |
Sudah
ada dua bus menunggu di depan Gandaria City yang akan membawa kami ke Istana Negara,
satu per satu kami naik ke dalam bus, duduk manis di selingi tawa dari para
Kompasianer, ada yang berkenalan satu sama lain karena baru pertama bertemu.
Setelah
di absen satu per satu, bus mulai berjalan, Mas Isjet selaku admin Kompasiana
memberi penjelasan kepada kami tentang aturan-aturan protokoler di Istana,
salah satunya tidak boleh membawa tas, hape dan kamera masuk ke dalam Istana.
Saya rasa semua Kompasianer sudah sangat paham soal aturan ini, meski ada rasa
kecewa. Tapi bisa bertemu dengan Presiden langsung, itu sudah hal yang luar
biasa, apalagi bagi orang biasa.
Bus
berjalan pelan merayap di Sabtu pagi menjelang siang di jalanan Ibu Kota. Setelah
sampai di depan Istana, turun bus dan melewati pintu detector pertama, kami
mengeluarkan gadget masing-masing. Yihaaaaa, aksi narsis pun tak terbendung, foto
dengan berbagai gaya dimulai, termasuk saya, mengeluarkan tongsis, sengaja bawa
untuk narsis bareng dengan Kompasianer.
Aksi
foto di depan Istana selesai lalu kami diarahkan ke pintu masuk, di sinilah
kami harus meninggalkan tas dan gadget, masuk ke Istana hanya membawa undangan
saja.
Awalnya
saya mengira Istana itu seram, penjagaan sangat ketat, ternyata tidak.
Suasanannya sangat santai, Paspampres yang berjaga mengenakan baju batik namun tetap terlihat gagah dan selalu siaga.
Saya
harus sesering mungkin melihat kancing baju batik saya yang hanya berpeniti
karena kancingnya banyak yang lepas, saya tidak ingin kecolongan, baju saya
terbuka tanpa saya sadari karena terlalu
gembira dengan suasana Istana.
Saat
kemudian kami semua diminta berdiri karena Presiden memasuki Istana, mulailah
perasaan deg-degan itu muncul, seperti melihat sesuatu yang langka di depan
mata. Dan memang langka, melihat Presiden langsung adalah hal langka bagi
rakyat Indonesia, tetapi era sudah berubah. Sejak Presiden berganti, Istana Negara menjadi
rumah yang sangat bersahabat bagi rakyat dari golongan apapun.
Sopir,
guru, petani, pedagang, Blogger, buruh migran, dan masih banyak lagi orang dari
berbagai latar belakang telah merasakan suasana Istana Negara berkat undangan
dari Presiden.
Saya
melihat wajah Presiden yang masih terlihat sedikit pucat, namun senyum selalu
mengembang, bahasa tubuh yang tak berjarak dengan rakyat. Saat sesi dialog, tak lupa Presiden Jokowi
mencacat poin-poin penting usulan, masukan, dan une-unek yang disampaikan oleh
Kompasianer yang ditunjuk untuk maju ke depan.
Saat
Presiden membahas unek-unek saya soal pelayanan KJRI Hong Kong yang masih
buruk, di situ saya merasa bahwa Presiden benar-benar sungguh-sungguh ingin
memperbaiki sistem birokrasi yang sudah puluhan tahun tidak ada perubahan.
“Tidak
mudah mengubah sistem, apalagi sudah puluhan tahun, tetapi kita harus optimis bahwa kita bisa.”
Saya
melihat wajah optimis dari semua punghuni Istana saat mendengar pemaparan
Presiden soal banyak sekali Negara-negara lain yang kagum dengan Indonesia.
Kita adalah Negara yang besar, tidak mudah mengatur 250 juta orang dengan
berbagai warna perbedaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Di
tengah pro kontra, suka dan tidak suka, mendengar pemaparan Presiden yang
begitu runut dan rapi, diselingi guyonan khasnya, saya optimis bahwa
perubahan lebih baik untuk Indonesia
pasti ada.
Setelah
sesi dialog usai, acara foto bersama menjadi penutup. Kami foto per-meja yang
setiap meja terdiri dari 5-6 orang. Setelah antri dan menunggu giliran untuk
foto, beberapa Kompasianer membawa
undangan untuk ditandatangani oleh Presiden dan permintaan itu dituruti oleh
Presiden.
Jadilah
banyak sekali Kompasianer lain ikutan berdesakan mendekati Presiden dan
menyodorkan undangannya untuk ditandatangani. Di situ saya semakin trenyuh
melihatnya, tidak ada penolakan sedikit pun dari Presiden, kecuali Paspampres
yang berusahan mencegah kami demi keamanan Presiden.
Dengan
berdiri membungkuk, Presiden melayani pemintaan untuk tandatangan, karena
terlalu banyak, akhirnya kami diminta
mengumpulkan undangan tetapi tidak janji undangan itu akan dikembalikan kepada
kami.
Saya
salah satu yang ikut mengumpulkan undangan dan optimis bahwa undangan saya akan
kembali dengan tandatangan Presiden di atasnya. Dan yaaaaaa, rasa optimis saya
terjawab tiga hari setelah pertemuan. Presiden benar-benar menandatangani
undangan kami dan sudah terkumpul semua di Kantor Kompas.
Pak
Jokowi, semoga selalu sehat ya, Pak dan bisa terus menebar kebaikan bagi negeri
ini. Kritik dan saran tetap dibutuhkan, tapi marilah kita menjauhi rasa pesimis
apalagi selalu menebar kebencian dan fitnah.
Tulisan
soal Istana Negara sepertinya belum berakhir, nunggu waktu senggang nanti saya
tulis lagi :D
5 komentar
Nggak sabar menunggu lanjutannya Fera, soalnya saya nggak kebagian seat ke istana :-(
ReplyDeleteSemoga setelah ini Pak Dian :)
DeleteIkut senang mbak Fera, pengalaman langka karena punya presiden yang rendah hati dan merakyat :)
DeleteDitunggu cerita selanjutnya :)
Makasih mbak Key, semoga mbak Key bisa masuk ke istana juga
DeleteSalut buat pak JOKOWI
ReplyDelete