Bisa gratis ke NOAH juga berkat Pak Lud |
Pertama kali melihat beliau saat saya meliput demo sekitar akhir tahun
2011. Saat di depan KJRI saya melihat beliau sedang menenteng tas kebesarannya
plus camera yang tergantung di leher. Mirip wartawan tapi lebih mirip pejabat,
menurut penghilatan saya.
Saya pernah menyapanya, seingat saya begini;
"Orang KJRI kok gak ada yang keluar ya?"
"Mereka mana mau keluar menemui pendemo." jawabnya.
Lalu saya pun berlalu, menjauh dari beliau melanjutkan pengamatan
tentang jalannya demo hari itu.
Saya tidak tahu jabatan beliau ini apa, bekerja di mana dan
sebagai apa. Tebakan saya sih, beliau ini adalah orang yang tidak rela hak-hak
BMI tertindas. Tak salah beliau ikut demo dan berorasi bersama ratusan BMI yang
rajin menyambangi KJRI.
Setelah bertemu pertama kali itu, tak sengaja saya melihatnya lagi
di depan OWTEL beberapa Minggu setelah pertemuan pertama, toko gadget di
kawasan sugar street, Causeway Bay, kalau tidak salah pas hari Sabtu. Karena
tidak kenal, saya hanya berjalan seperti
biasa lewat belakangnya, hanya sekedar mencari koran gratisan tujuan saya.
Tanpa saya duga, beliau menginbok saya di Facebook, bertanya soal
acara di KJRI tentang dialog bersama BMI yang diadakan bulan Februari 2012,
karena saat itu beliau tidak bisa hadir. Setelah berteman di Facebook dan
melihat-lihat fotonya saya baru ngeh,
saya bilang gini ke Pak Lud,
"Oalaahh, ternyata saya pernah ketemu sampean waktu demo di
depan KJRI, mas." saya manggilnya "mas" saat itu.
"Oh ya, kok gak nyapa?" balasnya.
"Mau nyapa gak berani saya." jawab saya lagi.
Setelah kenal di Facebook, saya juga baru tahu kalau ternyata
beliau adalah Kompasianer juga, Ludovicus Mardiyono atau biasa kami memanggil
dengan "Pak Lud"
Bulan Maret saat ada kopi darat Kompasiana, saya kontak juga Pak
Lud dan Alhamdullilah bersedia hadir. Saya merasa mulai akrab dengan Pak Lud
saat ada acara demo atau liputan-liputan di hari libur. Karena seringnya
bertemu dan ngobrol ringan itulah kami jadi akrab. Diantara saya, Aulia, Ani
atau Kompasianer lainnya, "mungkin" sayalah yang lebih dulu akrab
dengan Pak Lud (GR beuudd).
Bulan Mei 2012, saat ada konferensi pers yang diadakan di kantor
IMWU, saya dan Pak Lud bertemu lagi. Tak sengaja saya ditawari untuk ikut
membantu mengisi Koran Indonesia yang Pak Lud di sana menjadi Editor sekaligus
wartawannya. Gayung bersambut, saya menerima tawaran tersebut sekalian untuk
mengasah kemampuan menulis saya. Kalau biasanya menulis di media online, kini
saya merambah ke media cetak. Sesuatu banget, kan? :D
Dari sinilah saya banyak belajar dan semakin banyak tahu informasi
dan seluk-beluk BMI HK. Setiap libur Minggu, rasanya ada yang kurang kalau
tidak bertemu Pak Lud hahahahaha,, Apalagi setelah bertemu dengan Bu Rhita, Charles dan juga David.
Sekitar bulan Agustus (kalau tidak salah) Pak Lud bilang ke saya
kalau kemungkinan mau pindah ke Belgia, tapi bisa diterima dan bisa menolak,
"tergantung saya, Fer." katanya. Keputusan benar-benar Pak Lud ambil,
ya,,,,berangkat ke Belgia demi tugas mulia, bersama keluarganya bulan Maret
2013 akan bertolak ke salah satu negara di benua Eropa sana.
Saya, Ani, Aulia dan Kompasianer lain yang biasanya ngrecokin
Pak Lud sangat merasa kehilangan. Hiks, kenapa ya saat keakraban itu mulai
hadir, jarak harus memisahkan kami? Tapi dengan adanya tekhnologi yang semakin
canggih, kami yakin bahwa hubungan sangat baik ini akan terus terjaga meskipun
kami saling berjauhan.
Aulia sebentar lagi bertolak ke tanah air, saya dan Ani masih akan
melanjutkan perjuangan di Hong Kong. Hidup memang penuh warna. Mengenal kalian
adalah warna indah dalam hidup saya. Mengenal kalian adalah warna yang tak
pernah saya duga hadirnya tapi saya begitu merasa kehilangan saat kita harus
berjauhan nantinya.
Jalan hidup masih panjang dan kita tak boleh hanya terpaku pada
satu tempat, kalau bisa. Menjelajah
tempat lain yang masih baru pasti akan ada ilmu baru di sana. Seperti Pak Lud
yang ingin merambah ke PBB, atau kami yang sangat ingin menjelajah Eropa.
Dream,,,hope you will come true for us, one day.
Akhirnya, saya ucapkan beribu terima kasih atas perkenalan ini.
Terima kasih atas ilmu yang Pak Lud tularkan ke kami. Saya masih ingat saat
kita makan malam di Wanchai setelah nonton Ada Band itu, Pak.
"Makan tanpa lauk itu sudah biasa saya rasakan, cuma dengan
garam, bahkan kadang tak ada garam sama sekali."
Kalimat ini selalu membekas dalam ingatan saya. Mengingatkan saya
saat makan nasi jagung hanya berlauk sambal karena tak ada beras sama sekali.
Tapi justru dari pengalaman seperti ini kita jadi manusia yang harus selalu
bersyukur bahwa Allah selalu punya rencana sangat indah untuk umat-NYA.
Pak Lud “mungkin” sama sekali tidak pernah menduga bakalan hidup
di Hong Kong, lalu ditugaskan ke Belgia, negara sangat jauh dari Indonesia itu.
Pun juga saya, yang sama sekali tak pernah menduga bakalan bisa mengisi Koran cetak
di Hong Kong, membayangkannya pun tidak pernah. Tapi saya pernah membatin gini;
“Gimana sih ya rasanya kalau nama saya tertulis sebagai wartawan
atau contributor di Koran seperti ini?” sambil membaca salah satu Koran berbahasa
Indonesia dan melihat satu nama sebagai penulisnya.
Dan……….ternyata dari kalimat yang hanya mbatin saja itu bisa terwujud sekarang.
Akh, Allah memang selalu
punya rencana indah tanpa terduga sebelumnya.
4 komentar
Pengalaman yang sangat berharga dalam hidup saya, adalah ketika saya dapat belajar banyak dari orang-orang hebat seperti beliau dan kalian semua. Matursuwun, waktu yang kita lewati sangat berharga.
ReplyDeleteTerima kasih juga atas pertemanan ini :D
ReplyDeleteSemoga langgeng sampek nenek-nenek ya
sippp, terharu membaca historynya siuce,, trimakasih banyak kalian telah membuatku lebih pintar juga.
ReplyDeletemakasih sudah mampir siuce, sama-sama tambah pintar berkat pertemanan ini
Delete