Sebelumnya,
saya ingin menyampaikan rasa duka yang mendalam untuk semua korban pesawat
Sukhoi Superjet (SS) 100. Semoga arwahnya diterima disisi-Nya dan mendapatkan
tempat yang layak.
Saya
ingin berbagi pengalaman saya waktu terakhir kalinya naik pesawat untuk
penerbangan dari Juanda Surabaya menuju Hong Kong bersama pesawat Cathay
Pasific (27 September 2011). Penerbangan dari Juanda ke Hong Kong pukul 08.15
WIB dan mendarat di Hong Kong pukul 14.00 waktu Hong Kong.
Berhubung
rumah saya jauh dari Juanda, pukul 1 dini hari saya sudah berangkat dan tiba di
bandara Juanda pukul 05.30. Setelah chek in, saya memilih untuk menunggu di
luar, ngobrol dengan orang tua yang kebetulan mengantar saya.
“Pukul
07.30 harus masuk ruang tunggu ya, mbak.” Pesan petugas yang saya mintai ijin.
Pukul 6 pagi, hape saya sudah berbunyi, panggilan dari seseorang yang 3 hari
sebelumnya saya pamiti di bandara Polonia Medan L Pukul 07.20, saya pamit ke
orang tua saya untuk berangkat kembali ke HK, tak lupa cium dan peluk plus
tetesan air mata (emaakkk, kangeenn) melepas kepergian saya.
Saya
lalu masuk kembali menuju ke lantai atas untuk antri ke Imigrasi. Setelah
beres, saya jalan ke ruang tunggu yang di sana kebetulan belum banyak yang
masuk, masih ada bangku kosong. Langsung saya memilih bangku yang agak pojok.
Baru saja duduk, hape saya bunyi lagi. Panggilang dari someone masuk.
Menjelang
menit-menit akhir memasuki pesawat, untuk yang kesekian kalinya saya mendapat
pesan “janga lupa, hapenya dimatiin kalau masuk pesawat, hun.” “Iya” Jawab saya
sambil mewek (yah namanya juga baru ketemu terus pisah, gak sedih gimana coba,
#curhat) Hape saya kebetulan ada 2 dan dua-duanya Nokia. Hape yang satu terus
aktif selama di Indonesia sedang satunya hanya saya isi simcard tapi tidak
pernah saya pakai untuk bertelepon.
Begitu
saya mendapat kursi tempat duduk, hape bunyi lagi dan masih dari orang yang
sama. Duhh, ini kayaknya gak rela saya terbang lagi ke Hong Kong.
“Hapenya
sudah dimatiin, hun?” Masih pertanyaan yang sama.
“Belum,
la ini kan masih bisa ditelpon.” Jawab saya dengan senyum terpaksa (habis
nangis suruh senyum susah)
“Oh iya,
ya. Ya sudah, setelah ditutup trus matiin ya hapenya.” Pesannya lagi.
“Iya
hun.” Jawab saya.
Telpon
ditutup lalu hape pun saya matikan dan memasukkannya ke dalam tas. Tak lupa,
tas saya masukkan ke bagasi atas kursi. Pramugari keliling untuk mengecek nomor
kursi dan tiket masing-masing penumpang. Tiba giliran saya, pramugari pun
bertanya,
“Mbak,
salah kursi, nomornya ini 37G tapi kursi ini 39G.” katanya.
“Oh,
maaf saya kurang teliti tadi.” Jawab saya dengan muka melas.
“Oh, gak
papa mbak. Mbak mau dekat dengan temannya di sebelah ya? OK gak papa kalau gitu
duduk di sini.” Jawabnya lagi lalu berlalu menuju ke belakang memeriksa
penumpang yang lain.
Kebetulan
sebelah kiri saya juga sesama BMI yang mau ke Hong Kong, jadi mungkin
pramugarinya memberi kelonggaran buat saya. Sebenarnya ini asli kesalahan saya.
Saya kurang teliti memeriksa nomor kursi tiket pesawat. Tahunya saya dapat
nomor 39 dan bukan 37, jadi begitu masuk, saya langsung menuju ke kursi nomor
37. Baru ngeh ternyata saya duduk di tempat yang salah.
Selama
di pesawat, rasa kantuk menghantui saya, padahal saya sudah minum kopi dan
ngemil makanan yang dihidangkan oleh pramugari. Makanan di meja segera saya
habisnya, melipat meja lalu tidur kembali.
Akhirnya
pesawat pun mendarat dengan tenang di bandara Internasional Hong Kong pukul 2
sore. Saat pilot membolehkan untuk melepas sabuk pengaman, para penumpang pun
mulai berdiri dari kursi masing-masing lalu membuka bagasi atas untuk mengambil
tas. Saya juga melakukan hal yang saya, berdiri dan mengambil tas saya di
bagasi. Setelah dapat, lalu saya buka tas dan mengambil hape.
Olala,
saya baru nyadar ternyata hape saya satunya tetap menyala selama perjalanan
Juanda-Hong Kong. Hape yang satunya lagi sudah saya matikan setelah menutup
telpon dan setelah saya buka sudah ada SMS yang masuk. Deg, jujur kaki saya
tiba-tiba lemas. Perasaan antara takut dan was-was menghantui saya.
Saya
tidak bisa membayangkan hal-hal buruk karena kelalaian saya ini. Mungkin ini
masalah sepele karena lalai mematikan hape saat naik pesawat, tapi tidak dengan
saya. Saya tahu kalau naik pesawat dilarang menyalakan hape karena bisa
menganggu pilot.
Nasi
sudah menjadi bubur dan alhamdullilahnya penerbangan kami selamat sampai
tujuan. Belajar dari sini, sebaiknya saat memasuki pesawat hape langsung saja
dimatikan. Jangan meremehkan hal ini, meski pun tidak terjadi apa-apa, tapi
waspada tidak ada salahnya. [FN]
0 komentar